“Sudah merupakan suratan Tuhan Yang Maha Kuasa, setiap 70 tahun berjalan, suatu kerajaan atau negara kebanyakan terjadi perpecahan. Mungkin juga termasuk di Indonesia,” kata Direktur Utama Komite Perdamaian Dunia (The World Peace Committe), Djuyoto Suntani, dalam peluncuran bukunya di Jakarta, Kamis (27/12).
Lembaga swadaya internasional, kata Djuyoto, membuat garis kebijakan mendasar pada patron penciptaan tata dunia baru. Peta dunia digambar ulang. Uni Soviet dipecah jadi 15 negara merdeka, kemudian Yugoslavia menjadi enam negara merdeka, demikian juga Cekoslowakia. “Di Irak saat ini sedang terjadi proses pemecahan dari masing-masing suku,” katanya.
Indonesia, kini juga sedang digarap untuk dipecah-pecah menjadi sekitar 17 negara bagian oleh kekuatan kelompok kapitalisme dan neoliberalisme yang berpaham pada sekularisme. Pokok pikiran itu, kata Djuyoto, dia tuangkan pada bab II bukunya yang juga memberikan jalan keluar agar Indonesia tetap menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada peluncuran buku yang dihadiri para tokoh nasional seperti Djafar Assegaf itu, Djuyoto memaparkan adanya konspirasi global yang berupaya memecah dan menghancurkan Republik Indonesia.
Upaya memecah-belah Indonesia itu dilakukan melalui strategi “Satu dolar Amerika Serikat menguasai dunia,” yang digarap oleh organisasi tinggi yang tidak pernah muncul di permukaan, namun praktiknya cukup jelas, yakni berbaju demokratisasi dan hak asasi manusia (HAM).
“Jika pecahnya itu menuju kebaikan rakyat, tidak menjadi soal. Tetapi pecahnya NKRI itu justru akan menyulitkan rakyat karena semua aset penting dan berharga dikuasai investor asing di bawah kendali organisasi keuangan internasional,” jelas Djuyoto.
Sementara itu, Dirjen Bina Sosial di Departemen Sosial, Prof DR Gunawan Sumodiningrat, yang mewakili Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah, menyatakan ancaman perpecahan NKRI itu kini tampak nyata. “Saya sendiri sampai saat ini merasa bingung, mengapa rakyat Indonesia dapat bersatu, padahal banyak perbedaan di antara suku-suku yang ada,” katanya.
Ia menilai, pada dasarnya Indonesia mudah akan terjadi perpecahan, jika generasi penerus tidak menyadari adanya pihak asing yang ingin membuat Indonesia tidak kuat.
Buku berjudul, Indonesia Pecah, yang terdiri atas 172 halaman, termasuk foto-foto, kata Gunawan, menarik untuk dibaca karena sedikit-dikitnya ada tujuh penyebab Indonesia terancam pecah, seperti siklus sejarah tujuh abad atau 70 tahun.
Kemudian, tidak adanya figur atau tokoh pemersatu yang berperan menjadi bapak seluruh bangsa, pertengkaran sesama anak bangsa yang terus terjadi, upata stategis dari konspoirasi global, dan adanya nama Indonesia yang bukan asli dari nusantara. “Semua itu perlu diteliti lebih lanjut, apakah ada relevansinya dengan kejadian saat ini di mana banyak daerah ingin pisah,” tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar